Mengukur prestasi belajar.
Prestasi belajar merupakan ukuran tingkat keberhasilan seseorang dalam mempelajari sesuatu. Prestasi belajar seseorang dapat dilihat berdasarkan skor yang diperolehnya dalam menyelesaikan soal-soal ujian terkait dengan bahan yang sedang dipelajarinya. Menyimak hasil belajar siswa akhir-akhir ini banyak guru (terutama di sekolah non-favorit) dengan terpaksa menggelengkan kepala. Sebuah gelengan kepala yang menunjukkan rendahnya kebanyakan siswanya.
Peran Motivasi Belajar.
Banyak guru telah mencoba berbagai pendekatan pembelajaran, tetapi hasilnya tetap nihil. Setelah mempelajari teori motivasi, banyak guru mencoba membangun motivasi belajar siswa melalui cerita dan ilustrasi dari dalam kelas sebagai wilayah yang dikuasainya. Namun hasilnya nihil pula. Kadang guru ingin membangun motivasi dari luar kelas, tetapi biaya untuk mengunjungi obyek-obyek sumber motivasi menjadi kendala yang cukup berat untuk dipandang enteng.
Kondisi di atas kian berat tatkala para orang tua telah menggunakan prinsip ekonomi, “Mengeluarkan biaya yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya”. Dari pada mengajari anak untuk mengetik komputer mahal biayanya, lebih baik membayar orang untuk mengetik komputer ! Pekerjaan cepat selesai, hasilnya bagus dan biayanya murah. Mengikuti kursus komputer butuh biaya ratusan ribu rupiah, tetapi menyuruh orang mengetik komputer tak lebih dari seratus ribu rupiah. Sebuah pandangan pragmatis yang menciptakan lubang jebakan bagi generasi npenerus bangsa.
Motivasi merupakan cara yang indah dan menyenangkan untuk meningkatkan prestasi belajar. Namun guru memiliki keterbatasan untuk membangun motivasi belajar siswa. Oleh karena itu pihak-pihak yang memiliki sumber motivasi yakni dunia kerja/usaha selayaknya dapat mengambil peran proaktif untuk memecahkan masalah rendahnya motivasi belajar dikalangan siswa pada sekolah non-favorit.
Kegagalan sebagai sarana mendidik.
Selain motivasi, sebenarnya masih ada senjata ampuh untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Senjata ampuh ini sangat dihindari oleh guru. Mengapa demikian? Sebab senjata ampuh ini memiliki dua mata yang sangat tajam. Senjata ini dapat melukai siswa dan dapat pula melukai guru. Senjata itu adalah menetapkan nilai passing-grade (KKM : kriteria ketuntasan belajar minimal) yang selayaknya berdasarkan bahan yang dipelajari, dan disempurnakan dengan proses penilaian apa adanya (tanpa rekayasa).
Pada tahap awal penerapan passing grade berorientasi bahan ajar (biasanya berorientasi pada intake/masukan, bahan ajar dan fasilitas) dan penerapan proses penilaian apa adanya (tanpa faktor konversi) akan menyebabkan sebagaian besar siswa mengalami gagal belajar. Tetapi kegagalan sesaat tersebut akan mampu menciptakan revolusi psikis dalam diri siswa yang mampu memunculkan doktrin dan motto baru “tidak belajar berarti gagal”.
Beranikah guru menggunakan senjata pamungkas berbahaya ini? Penulis yakin, hanya guru-guru idealis, nekat dan bernyali baja yang berani menggunakannyakannya. Mengapa tidak berani ? Jika ini dilakukan, maka banyak tudingan dan cercaan terarah pada guru. Katanya anda guru profresional? Bukankan anda sudah mendapatkan tunjangan profesi? Pantaskan anda menyandang gelar guru profesional dan mendapat tunjangan satu kali gaji pokok, sementara anda nggak bisa mengajar dengan baik? Cemoohan ini mungkin tidak hanya terlontar dari masyarakat. Para pejabatpun akan meluncurkan cemoohan yang sama.
Mencermati kebijakan pendidikan.
Para pengambil kebijakan pendidikan bisa jadi telah mengambil kebijakan yang salah dalam pendidikan nasional. Banyak target-target capaian prestasi semu yang ditetapkan.Pemerintah telah mematok standar kelulusan ujian nasional.Pematrokan ini telah menyebabkan perasaan panik dikalangan operator pendidikan. sehingga segala cara ditempuh untuk dapat melampaui standar yang telah ditentukan. Yang lebih meyulitkan, pemerintah menjadi kehilangan reliabilitas hasil ujian nasional. Akibatnya data-data yang masuk ke pemerintah hanyalah data-data bias. Data bias inipun lantas digunakan pemerintah untuk menyusun kebijakan baru. akhirnya kebijakan itu akan menghasilkan data bias baru yang makin jauh dari realitas.
Langkah pembenahan pendidikan.
Lantas dari mana dan bagaimana kita membangun dunia pendidikan? Penulis berpandangan ada empat langkah untuk membangun dunia pendidikan.
Langkah pertama. Ciptakan soal-soal evaluasi standar yang berorientasi pada bahan ajar.
Langkah ke dua. Hilangkan nilai batas kelulusan ujian nasional, sebab hal ini menimbulkan permasalahan soasial yang tidak kecil.
Langkah ke tiga. Lakukan standarisasi guru dan sarana pada sekolah-sekolah yang menunjukkan hasil ujian nasional buruk.
Langkah ke empat. Susun kebijakan berdasarkan data yang valid, bukan berdasarkan ambisi dan target politik. (by. darto, spd)
Post a Comment